Unib Temukan Tiga Varietas Unggul Jagung Hibrida

PENELITI dari Universitas Bengkulu, Ir. Suprapto, M.Sc, Ph.D, telah menemukan tiga varietas unggul jagung hibrida yang diberi nama Sp 1, SP 2, dan Supra 1. Ini setelah Ir. Suprapto dan kawan-kawan melakukan penelitian selama tujuh tahun yang mendapat dukungan dari Kementerian Negara Riset dan Teknologi Republik Indonesia.

Kepada Tim Humas Unib dan para wartawan di gedung Laboratorium Agronomi Unib, Rabu (3/10), Ir. Suprapto menjelaskan, penelitian dan penemuan varietasi unggul jagung hibribad yang dilakukannya merupakan salah satu bentuk nyata implementasi tri dharma perguruan tinggi khususnya fakultas pertanian Unib. Kemudian, penelitian ini merupakan salah satu kontribusi nyata dalam mewujudkan kedaulatan pangan di Provinsi Bengkulu dan Indonesia umumnya.

Tanaman jagung kata Ir. Suprapto, merupakan komoditas strategis di Indonesia tetapi produktivitasnya masih rendah. Potensi produksi nasional 10 – 12 ton/ha, tapi kenyataannya hanya 4,5 ton/ha, dan untuk produksi Provinsi Bengkulu hanya 3,4 ton/ha. Karena produktivitas rendah, Indonesia harus mengimpor jagung, Dari tahun 2008 hingga 2011, impor komoditas ini terus mengalami peningkatan dari 0,27 juta ton (2008) hingga 2,90 juta ton (2011).

Melihat fenomena kedaulatan pangan yang memprihatinkan itu, para peneliti Fakultas Pertanian Unib merasa terpanggil untuk memberikan andil, yaitu dengan melakukan riset terhadap benih jagung hibrida. “Kedaulatan pangan itu salah satunya dipengaruhi oleh ketersediaan benih yang unggul. Itulah latar belakang kenapa kita melakukan penelitian ini,” ujar Ir. Suprapto.

Tiga varietas unggul jagung hibrida yang ditemukan kata Ir. Suprapto, adalah hasil perakitan jagung hibrida spesifik yaitu jagung yang adaptif pada lahan masam pada kondisi input (pemupukan) rendah. Ini merupakan alternatif paling tepat untuk lahan marjinal masam di Indonesia yang sangat luas.

“Benih jagung hibrida yang berproduktivitas tinggi hanya di lahan subur dengan input tinggi. Jika ditanam di lahan masam dengan input rendah, jagung hibrida tidak mampu tumbuh baik dan produktivitasnya rendah. Untuk melakukan input (pemupukan dan pengolahan lahan) yang tinggi, biayanya mahal, secara teknis sulit dilakukan para petani, kemudian bersifat sementara dan tidak ramah lingkungan. Oleh sebab itu, hasil perakitan jagung hibrida spesifik (adaptif pada lahan masam pada kondisi input rendah) merupakan alternatif paling tepat. Penelitian ini menggunakan pola kearifan lokal,” papar Ir. Suprapto.

Untuk meneliti dan menemukan tiga varietas unggul jagung hibrida baru itu kata Ir. Suprapto, membutuhkan waktu yang tidak singkat dan biaya tidak sedikit. Ia dan dua orang anggota tim peneliti, yaitu Dr. Ir. M. Taufik, M.S dan Ir. Eko Suprijono, M.P (Keduanya juga dosen Fakultas Pertanian Unib), telah menghabiskan tujuh tahun dan dana milyaran Rupiah.

Penelitian dan uji coba tiga varietas jagung (SP 1, SP 2 dan Supra 1) ini dilakukan di multi lokasi yang tersebar dalam wilayah Provinsi Bengkulu dan Sumatera Selatan. Lokasi percobaan 17 unit, 10 untuk musim penghujan dan 7 musim kemarau, dengan ketinggian dan jenis tanah yang beragam. Selama penelitian, tidak pernah menggunakan pestisida.

“Alhasil, pada tanah yang subur seperti daerah Kabupaten Rejang Lebong hasilnya 11 ton/ha. Kemudian pada tanah marjinal/tidak subur, varietas unggul baru ini menghasilkan 6,5 ton/ha. Padahal input/pemupukan hanya sepertiga dari jenis benih lainnya,” papar Ir. Suprapto.

Kata Ir. Suprapto, bila ketiga varietas unggul jagung hibrida yang ditemukannya itu sudah dilepas, ketergantungan benih pada multi nasional company (perusahaan-perusahaan asing), akan teratasi dan produktivitas nasional akan meningkat, serta pendapatan para petani bisa meningkat tiga kali lipat. Untuk Provinsi Bengkulu, daerah ini bisa menjadi sentra produktivitas benih jagung varietas unggul (SP 1, SP 2 dan Supra 1) dengan cara melakukan pola kemitraan dengan para petani. Bahkan saat ini sudah ada perusahaan besar yang mau menjalin kerjasama untuk pengembangan produktivitas benih ini.

“Hasil penelitian ini menimbulkan dampak sosial ekonomi yang sangat tinggi. Oleh sebab itu, “nuansa persaingan” juga sangat kental mengiringi perjalanan penelitian dan pelepasan hasil penelitian ini,” kata pria kelahiran Rembang, 22 September 1958 itu.

Ir. Suprapto adalah mantan Dekan Fakultas Pertanian Unib periode 1994-1999. Selain meneliti, aktivitasnya sehari-hari adalah sebagai dosen Genetika dan Pemuliaan Tanaman. Dia sangat senang telah berhasil menemukan ketiga varietas unggul jagung hibrda baru tersebut. Hasil karyanya ini telah mengangkat dan mendongkrak nama baik Universitas Bengkulu dan menempatkan dirinya pada jajaran peneliti nasional dan internasional.

Bahkan, jika tidak ada aral melintang beberapa waktu akan datang Ir. Suprapto dijadwalkan menerima penghargaan dari lembaga internasional Asia-Pasifik, atas jasa-jasa dan karyanya memajukan bidang pertanian. Selamat ![hms1]