Tim Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat Fakultas Hukum Universitas Bengkulu (FH Unib) kembali melaksanakan kegiatan pendampingan desa binaan dalam penyusunan Rancangan Peraturan Desa (Ranperdes) di Kecamatan Enggano, salah satu pulau terluar Indonesia di Provinsi Bengkulu. Kegiatan berlangsung pada 15–19 November 2025 dan dipimpin langsung oleh Dekan FH Unib, Dr. M. Yamani, S.H, M.Hum.



Tim Pengabdi FH Unib menggunakan pesawat Cessna tiba di Pulau Enggano dan langsung meninjau Objek Wisata Bak Blaw di Desa Meok.(foto:ist/adrian)
Pulau Enggano yang terletak di Samudera Hindia secara administratif merupakan bagian dari Kabupaten Bengkulu Utara, dengan jumlah penduduk sekitar 4.000 jiwa. Akses menuju pulau ini dapat ditempuh menggunakan kapal dari Pelabuhan Pulau Baai selama kurang lebih 12 jam, atau menggunakan pesawat perintis Cessna milik Susi Air dengan durasi penerbangan 45 menit dari Bandara Fatmawati Soekarno Bengkulu.
Sejak ditetapkan sebagai salah satu pulau kecil terluar melalui Keputusan Presiden Nomor 6 Tahun 2017, Pulau Enggano semakin menjadi perhatian berbagai pihak, termasuk akademisi. Dengan luas sekitar 400,6 km² dan terdiri atas enam desa—Kahyapu, Meok, Malakoni, Kaana, Apoho, dan Banjarsari—pulau ini menyimpan potensi alam, budaya, dan sumber daya pertanian yang terus mendorong kegiatan penelitian dan pengabdian masyarakat oleh Unib maupun perguruan tinggi lain, termasuk Universitas Gadjah Mada (UGM).
“Pengabdian kali ini berfokus pada pendampingan penyusunan Rancangan Peraturan Desa, serta penelitian terkait kewenangan desa dalam pengaturan lahan pertanian sebagai strategi mewujudkan ketahanan pangan di Pulau Enggano. Kegiatan ini merupakan wujud kontribusi FH Unib dalam mengimplementasikan paradigma Kampus Berdampak,” ujar Dr. M. Yamani kepada Tim Humas Unib.



Tim Pengabdi FH Unib berdiskusi dengan Kepala Desa dan Perangkat Desa serta meninjau hamparan lahan sawah di Pulau Enggano.(foto:ist-andrian)
Dijelaskan, program FH Unib Berdampak di Pulau Enggano ini mencakup pendampingan penyusunan Ranperdes mengenai pengelolaan kawasan Wisata Bakblaw di Desa Meok; Ranperdes mengenai pengelolaan hutan desa danau pulau di Desa Kaana; serta mengenai subsidiaritas kewenangan desa dalam pengaturan lahan pangan sawah berkelanjutan skala desa untuk mewujudkan desa swasembada pangan di Desa Malakoni dan sekitarnya.
Khusus Ranperdes perlindungan lahan pangan sawah berkelanjutan skala desa, menjadi sebuah kontribusi FH Unib dalam membangun desa swasembada pangan di Enggano. Ranperdes ini memberi kewenangan kepada desa dalam melestarikan fungsi sawah agar tetap dipertahankan untuk lahan pangan berkelanjutan pada skala desa.
Adapun anggota tim dosen yang terlibat yaitu Dr. Edra Satmaidi, S.H, M.H, Dr. Widya Rosari, S.H, M.Hum, Stevri Iskandar, S.H, M.H, dan M. Ilham Adepio, S.H, M.H, serta mahasiswa Linda Rahma Wati, Azifah Syagila Ravandina, Andini Lubis dan M. Bembo Jati Perdana.
Kegiatan pendampingan ini berkesinambungan, dimulai tahun 2025 ini dengan tahap riset pemetaan potensi, kebutuhan masyarakat, penemuan masalah hukum yang penyelesaiannya tepat diatur dalam sebuah produk hukum desa. Kemudian dilanjutkan program FH Unib berdampak 2026 dengan kegiatan pendampingan pembahasan bersama Ranperdes prioritas tersebut, dalam rapat Badan Permusyawaratan Desa bersama Pemerintahan Desa di Kecamatan Enggano.
Perdes sebagai Instrumen Hukum Desa
Melalui pendampingan ini, tim FH Unib mendorong peningkatan pemahaman perangkat desa mengenai pentingnya Peraturan Desa sebagai instrumen hukum dalam penyelenggaraan pemerintahan desa. Perdes berfungsi sebagai dasar hukum kebijakan lokal, pengelolaan sumber daya pertanian dan pariwisata, serta penegakan norma sosial yang sesuai dengan nilai adat dan kebutuhan masyarakat.
Ranperdes yang disusun mengacu pada ketentuan pembentukan peraturan perundang-undangan sebagaimana diatur dalam UU Nomor 12 Tahun 2011 jo. UU Nomor 13 Tahun 2022, serta Permendagri Nomor 111 Tahun 2014 tentang Pedoman Teknis Peraturan di Desa.
“Penyusunan Peraturan Desa tidak bisa dilakukan secara sembarangan. Harus selaras dengan peraturan yang lebih tinggi, memperhatikan asas-asas pembentukan peraturan yang baik, dan melibatkan partisipasi masyarakat agar benar-benar mencerminkan kebutuhan desa,” tegas Dr. Yamani.


Tim Pengabdi FH Unib berkunjung dan berdikusi dengan Kepala Desa di Pulau Terluar Indonesia.(foto:ist-andrian)
Metode Sosialisasi dan Diskusi Interaktif
Kegiatan dilaksanakan melalui sosialisasi dan diskusi interaktif yang melibatkan perangkat desa serta anggota Badan Permusyawaratan Desa (BPD). Para peserta berdialog mengenai proses penyusunan Ranperdes, tantangan implementasi di lapangan, hingga upaya sinkronisasi antara hukum adat dan hukum nasional.
Para dosen pemateri juga menyampaikan panduan praktis serta contoh penyusunan Perdes yang memenuhi asas keterbukaan, kejelasan tujuan, dan kesesuaian hierarki peraturan. Melalui kegiatan ini, diharapkan mampu menghasilkan Peraturan Desa yang tidak hanya memenuhi aspek legal formal, tetapi juga menjadi instrumen pemberdayaan masyarakat dan penguatan tata kelola pemerintahan desa yang transparan, akuntabel, dan berkeadilan. [Laporan: Andrian | Editor: Purna Herawan | Humas].