Talkshow Empat Pilar Goes to Campus

MAJELIS Permusyawaratan Rakyat (MPR) Republik Indonesia bekerjasama dengan Bagian Kemahasiswaan Universitas Bengkulu, Selasa siang (22/10) pukul 12.00 WIB hingga 15.00 WIB di ruang rapat utama gedung rektorat, menggelar talkshow Empat Pilar Goes to Campus.

Acara yang mengangkat tema “Penguatan Lembaga MPR” tersebut disambut antusias oleh ratusan mahasiswa dan para aktivis kampus dari berbagai fakultas selingkung Unib. Pasalnya, para narasumber yang dihadirkan merupakan tokoh dan pakar yang kompeten di bidangnya, yaitu Anggota MPR RI dari Partai Demokrat Didi Syamsudin, SH, LLM, Wakil Rektor Bidang Akademik sekaligus Plt. Wakil Rektor Bidang Kemahasiswaan Unib Dr. Ir. Fahrurrozi, M.Sc, dan Pakar Hukum Tata Negara dari Fakultas Hukum Unib Dr. Amancik, SH, M.Hum.

Kegiatan sosialisasi empat pilar kehidupan Berbangsa dan Bernegara tersebut juga berlangsung meriah, sebab pembawa acara (host) yang memimpin jalannya dialog adalah merupakan publik pigur sekaligus artis penyanyi dangdut yang tidak asing yaitu Chintya Sari dan Presenter TV Nasional Yana Indrawan. Kemudian, acara itu juga dimeriahkan group komedian Dibyo Primus, Jamil Hoki dan Jaim.

Rektor Universitas Bengkulu Dr. Ridwan Nurazi, SE, M.Sc melalui Wakil Rektor Bidang Akademik Dr. Ir. Fahrurrozi, M.Sc, menyambut baik diselenggarakannya talksow Empat Pilar Goes to Campus ini. Sebab, dengan kegiatan semacam ini dapat menambah wawasan kebangsaan bagi para mahasiswa.

Namun Fahrurrozi menekankan kepada para mahasiswa agar Empat Pilar Berbangsa dan Bernegara yakni Pancasila, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan Bhineka Tunggal Ika, jangan hanya dijadikan pengetahuan belaka, tapi harus benar-benar dihayati dan diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari.

“Kita hendaklah menjunjung tinggi dan mengamalkan nilai-nilai Pancasila, melaksanakan amanah UUD 1945, menjaga kesatuan dan keutuhan NKRI, serta memegang teguh prinsip Bhineka Tunggal Ika dalam memandang dan memaknai keberagaman kehidupan berbangsa dan bernegara,” ujarnya.

Sementara itu, Anggota MPR RI Didi Syamsudin dalam sambutannya mengatakan, pemasyarakatan Empat Pilar Kehidupan Berbangsa dan Bernegara harus ditingkatkan secara berkesinambungan dalam rangka penguatan sendi-sendi kehidupan masyarakat dan bangsa menghadapi era globalisasi.

Penyebutan Empat Pilar Kehidupan Berbangsa dan Bernegara kata Didi, tidaklah dimaksudkan bahwa keempat pilar tersebut memiliki kedudukan yang sederajat. Setiap pilar memiliki tingkat, fungsi dan konteks yang berbeda. “Dalam hal ini, posisi Pancasila tetap ditempatkan sebagai nilai fundamental berbangsa dan bernegara,” ujarnya.

Mengemukanya tema “Penguatan Lembaga MPR” dalam talkshow atau diskusi-diskusi kenegaraan lanjut Didi, dilatarbelakangi “lemahnya” lembaga MPR pasca terjadinya amandemen (perubahan) UUD 1945 yang dilakukan oleh MPR pada tahun 1999 sampai dengan 2002.

Hasil Amandemen UUD 1945 telah merubah struktur dan kedudukan lembaga-lembaga Negara yang ada di Indonesia. Salah satu perubahan fundamental yang terjadi adalah terhadap lembaga MPR. “Dulu MPR dikenal sebagai lembaga tertinggi Negara yang melaksanakan seluruh kedaulatan rakyat. Pasca amandemen UUD 1945, MPR berubah kedudukannya menjadi lembaga Negara yang sejajar dengan lembaga Negara lainnya,” ujar Didi.

Kemudian lanjut Didi, dulu kita juga mengenal konsep Presiden sebagai mandataris MPR, dikarenakan MPR memiliki kewenangan untuk memilih, mengangkat dan menurunkan Presiden. Serta MPR juga memiliki kewenangan untuk menetapkan Garis-Garis Besar Haluan Negara, yang dibentuk melalui Ketatapan MPR. Kemudian, Ketetapan MPR juga merupakan produk hukum peraturan perundang-undangan yang kedudukannya berada di bawah UUD namun di atas Undang-Undang.

“Jadi, bisa kita bayangkan betapa superpowernya kewenangan lembaga MPR sebelum dilakukannya perubahan UUD 1945,” ujarnya.

Namun hasil dari perubahan UUD 1945 saat ini menempatkan MPR sebagai lembaga Negara yang sifat dan kedudukannya lebih mengarah pada hal-hal yang sifatnya tidak terduga (accidental), misalnya ketika adanya usulan perubahan terhadap UUD atau terjadi mekanisme proses pemakzulan terhadap Presiden dan atau Wakil Presiden, di sanalah MPR berperan dengan kewenangan konstitusionalnya.

Bahkan sidang MPR pun hanya diwajibkan dilaksanakan satu kali dalam lima tahun, yang dalam prakteknya adalah dipergunakan untuk prosesi pelantikan Presiden dan Wakil Presiden yang terpilih dalam Pemilihan Umum.

“Tentu dengan kewenangan yang sangat terbatas saat ini menjadikan MPR sebagai lembaga Negara yang keberadaannya tidak terlalu dirasakan oleh masyarakat atau kalau kami sering umpamakan seperti pemadam kebakaran. MPR bekerja ketika Negara dalam kondisi krisis ketatanegaraan,” ujar Didi.

Hal ini lanjut Didi, menjadikan evaluasi kita bersama khususnya terkait dengan kewenangan lembaga MPR. Salah satu hal yang menarik untuk dibahas apakah ke depan diperlukan suatu acuan dalam pelaksanaan pembangunan seperti GBHN, sehingga pembangunan yang dilakukan berkesinambungan dan indikator kinerja Presiden dan Wakil Presiden serta semua lembaga Negara yang ada menjadi lebih teratur.

Hal tersebut tentu membutuhkan suatu terobosan hukum, dimana perlu diberikan kewenangan kepada MPR untuk merumuskan GBHN dalam rangka mengintegrasikan pembangunan nasional. Dan tentunya hal ini masih menjadi perbincangan dan perdebatan apakah pemberian kewenangan tersebut perlu dilakukan melalui perubahan UUD atau cukup mengamanatkannya melalui revisi Undang-Undang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (atau biasa disebut sebagai UU MD3).

“Melalui talkshow dan diskusi-diskusi, diharapkan kita dapat bersama-sama memperluas perspektif kita terkait lembaga MPR, sehingga dapat lebih dimaknai sebagai sebuah proses demokrasi dalam praktik ketatanegaraan berdasarkan nilai-nilai Empat Pilar Kehidupan Berbangsa dan Bernegara,” tukas Didi Syamsudin.

Pantauan Tim Humas, acara talkshow Empat Pilar Goes to Campus di Unib itu diliput sejumlah insan pers dan akan ditayangkan dalam program acara TVRI Nasional. Dari awal hingga akhir, acara belangsung tertib, lancar dan meriah. Bahkan menurut salah seorang panitia acara dari Sekretariat Jenderal MPR, kegiatan itu terbilang sukses dibanding kegiatan serupa di daerah lain.[hms1]