Seminar S2 Manajemen : Menyongsong Asean Economic Community

MAHASISWA Program S2 Magister Manajemen (MM) Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Universitas Bengkulu angkatan 25 dan 26, Sabtu (15/3/2014) di Hotel Santika Kota Bengkulu, menggelar seminar nasional dengan menghadirkan Deputi Gubernur BI sebagai keynote speaker dan para pakar ekonomi serta pakar pemerintahan sebagai panelis.

“Kegiatan ini merupakan agenda runtin mahasiswa program S2 MM, sebagai wadah untuk menambah pengetahuan dan memberikan pengkayaan ilmu. Selain itu, diselenggarakannya kegiatan ini juga untuk memeriahkan rangkaian dies natalis ke 32 Universitas Bengkulu,” kata Koordinator Program Magister Manajemen FEB Unib, Slamet Widodo.

Senada diungkapkan Ketua Panitia Pelaksana, Dedi Wahyudi. General Manajer Rakyat Bengkulu Televisi (RBTv) itu menjelaskan, dengan kegiatan ini diharapkan dapat menambah pengetahuan bagi mahasiswa serta menjadi wadah untuk saling bertukar informasi dan saling menguatkan komitemen dalam rangka menyongsong pasar bebas Asia.

Tema yang diangkat pada seminar ini adalah “Membangun Kemampuan Bersaing Daerah dalam Menyongsong Asean Economic Community 2015.” Sebagai pembicara utama adalah Deputi Gubernur BI Dr. Wahyu Pratomo, dan panelis tiga orang yang expert di bidangnya yaitu Reza Azhari Nasution, Ph.D (Direktur Program MBA di SBM ITB), Dr. Drs. Ridwan Mukti, MH (Bupati Musirawas – Sumatera Selatan), dan Prof. Lizar Alfansi, Ph.D (Dekan FEB Unib).

“Pemberlakuan AFTA tinggal beberapa bulan lagi, jika dihitung mulai sekarang maka tinggal 9 bulan lagi. Dengan pemberlakuan AFTA ini maka negara-negara Asean akan memiliki pasar tunggal yang dinamis dan memiliki daya saing. Kondisi ini bisa menjadi ancaman, juga bisa menjadi peluang emas bagi kita,” ujar Dedi.

Dengan adanya seminar nasional ini lanjut Dedi, diharapkan dapat memberikan informasi berharga sekaligus mensosialisasikan tentang berbagai program dan strategi yang dapat dilakukan dalam rangka mendongkrak daya saing daerah sehingga mampu menghadapi pasar bebas Asean yang tidak bisa dihindari.

“Yang terpenting, melalui kegiatan ini kita dapat menggelorakan semangat dan optimisme bahwa Indonesia dan daerah Provinsi Bengkulu umumnya akan mampu bersaing dalam menghadapi pasar bebas Asean,” tukas Dedi Wahyudi seraya menggelorakan semangat.Kegiatan seminar itu dibuka secara resmi oleh Rektor Unib Dr. Ridwan Nurazi, SE, M.Sc. Dalam sambutannya Rektor memberikan apresiasi kepada mahasiswa program Magister Manajemen yang telah merancang dan melaksanakan seminar dengan tema yang sangat penting dan aktual tersebut.

Terkait kesiapan Indonesia dan Provinsi Bengkulu menghadapi berlakunya pasar bebas Asean, menurut Dr. Ridwan Nurazi, yang perlu dicermati adalah pemeringkatan atau prangkingan keberhasilan yang sudah dicapai negara dan daerah bila dibanding negara lainnya.

“Perangkingan atau pemeringkatan penting, untuk menganalisa di mana posisi kita, sehingga kita bisa menyusun rencana program apa yang harus menjadi perioritas. Jika kita berada di posisi bawah maka kita harus bekerja keras untuk mengejar ketertinggalan. Ini bisa jadi tolak ukur seberapa siapkah kita memasuki masyarakat ekonomi Asean,” ujarnya.

Sistem perangkingan kata Rektor sudah banyak diterapkan negara maju. “Kemarin ada seorang ahli pendidikan matematika dari Australia berkunjung ke Unib, Dia bercerita bahwa di negaranya sekolah-sekolah dan perguruan tinggi sudah ada perangkingan. Perangkingan itu menjadi acuan bagi masyarakat dalam memilih sekolah atau perguruan tinggi mana yang akan dimasuki,” paparnya.

Nah,kembali pada posisi Indonesia dan Provinsi Bengkulu dalam menghadapi masyarakat ekonomi Asean. Di tinjau dari Human Development Indeks (HDI), ternyata ranking Indonesia masih sangat rendah. “Padahal dilihat dari banyaknya potensi yang dimiliki bangsa ini, bila dikelola dengan baik rasanya tidak wajar Indonesia menempati ranking yang redah,” ujar Dr. Ridwan.

Begitupun daerah Bengkulu, berdasarkan perankingan secara nasional saja, posisinya tidak jauh dari tiga atau lima besar dibanding 32 provinsi lainnya. “Tapi tiga besarnya dari bawah,” tambah Dr. Ridwan seraya berkelakar.

Oleh sebab itu kata Dr. Ridwan, dalam menghadapi Masyarakat Ekonomi Asean yang akan diberlakukan dalam waktu dekat, tak ada kata lain kecuali kita semua seluruh stakeholder mulai dari pusat hingga daerah harus bekerja keras.

“Kita harus optimis. Justru pemberlakuan MEA ini harus kita jadikan momentum dan peluang emas untuk membangkitkan dan memajukan berbagai sektor pembangunan infrastruktur, memajukan ekonomi, keamanan, pendidikan dan sosial budaya. Selamat berseminar, semoga kegiatan ini benar-benar bermanfaat untuk menambah wawasan dan pengkayaan pengetahuan bagi kita semua,” tukas Dr. Ridwan Nurazi.

Pantauan Tim Humas Unib, secara umum seminar nasional itu berlangsung tertib dan lancar serta disambut antusias oleh para mahasiswa S2 Manajemen Unib. Namun sangat disayangkan, salah seorang panelis yaitu Dr. Ridwan Mukti yang diharapkan bisa memberikan banyak pengalaman dan informasi tentang pengelolaan dan pembangunan daerah, tidak bisa hadir tepat waktu. Infonya, pesawat yang ditumpangi Dr. Ridwan Mukti dari Jakarta ke Bengkulu mengalami keterlambatan pemberangkatan cukup lama.

Walau demikian, peserta seminar masih bisa membaca pemikiran dan gagasan Dr. Ridwan Mukti melalui naskah materi seminar yang sudah dikirimkan kepada panitia. Naskah itu berjudul Peningkatan Kemampuan Kompetisi Daerah dalam Menyongsong Era Masyarakat Ekonomi ASEAN.

Di bagian kesimpulan dan rekomendasi, Dr. Ridwan Mukti menuliskan, bahwa dalam menghadapi MEA maka ada 2 hal utama yang harus disiapkan oleh pemerintah daerah, yaitu ; pertama, mempersiapkan pelaku usaha yang tangguh mengglobal baik kuantitas maupun kualitasnya, berikut akses pendukung lainnya, seperti infrastruktur dasar maupun infrastruktur strategis. Kedua, membentuk prilaku pasar yang berkearifan lokal.

Kemudian, Dr. Ridwan Mukti menawarkan konsep pembangunan koridor sebagai strategi menghadapi MEA. Dengan konsep Koridor Barat Sumatera (Bengkulu-Sumsel-Sumbar-Lampung) dalam rangka menyikapi terhubungnya jembatan Selat Sunda. Maka ke depan Lubuklinggau-Bengkulu bisa dicapai kurang dari 1 jam, demikian pula antara Bengkulu-Lampung atau Bengkulu-Padang, dimungkinkan ditempuh dalam waktu 3 jam saja, sehingga kita dapat menghidupkan Sektor Barat Sumatera, demikian Ridwan Mukti.[hms1]