Prospek Pemanfaatan Jamu Sangat Cerah

PROSPEK pemanfaatan jamu dalam pelayanan kesehatan sangat menjanjikan dan cerah, dengan tetap memperhatikan pengembangan pengelolaan bahan baku industri rumah tangga kecil dan menengah, pengembangan produk unggulan daerah/lokal, pengembangan sistem insentif untuk kesejahteraan masyarakat petani, integrasi-sinergi ke dalam pelayanan kesehatan formal, meningkatkan promosi dan public education.

Demikian diungkapkan Kepala Balai Besar Litbang Tanaman Obat dan Obat Tradisional Kementerian Kesehatan, Indah Yuning Prapti, SKM, M.Kes pada Seminar Nasional Tanaman Obat Dalam Rangka Aktualisasi Potensi Biodiversitas dan Saintifikasi Jamu di ruang rapat utama rektorat Unib, Kamis (12/7).

Dalam makalah bertajuk “Pengembangan Klinik Saintifikasi Jamu Tawangmangu,” Indah Yuning Prapti menjelaskan, peningkatan penggunaan jamu di Indonesia dilatarbelakangi sejumlah faktor antara lain gaya hidup kembali ke alam, jamu adalah warisan dari generasi ke generasi, jamu sebagai alternatif pengobatan, jamu sebagai sumber baru untuk kehidupan dan pemanfaatan jamu merupakan simbol kemandirian bangsa.

Namun pengembangan saintifikasi jamu masih mengalami sejumlah kendala, antara lain minimnya data studi klinik, minimnya data penelitian budidaya dan pascapanen, praktisi kesehatan belum sepenuhnya menerima Jamu sebagai alternatif pengobatan, serta pemetaan tanaman obat masih terbatas dan masih rendahnya minat petani untuk menanam tanaman obat.

Oleh sebab itu, Indah Yuning berharap kepada semua pihak khususnya Universitas Bengkulu dan Pemerintah Provinsi Bengkulu dapat meningkatkan kerjasama dengan lembaga terkait dalam hal penelitian RISTOJA. Penelitian-penelitian tanaman obat sesuai dengan riset dan roadmap, serta berperan aktif dalam aktivasi HerbalNet Indonesia.

“Kemudian kita juga berharap agar berbagai pihak di daerah ini dapat merintis dan memperluas jejaring Saintifikasi Jamu di RS dan Puskesmas serta menginisiasi kawasan wisata jamu Bengkulu,” paparnya.

Pembicara lainnya, Dr. Siswanto selaku Ketua Komisi Nasional Saintifikasi Jamu menjelaskan, ditinjau dari sejarah jamu merupakan obat atau cara pengobatan asli Indonesia. Oleh sebab itu, Presiden RI telah memberikan arahan bahwa jamu  “brand Indonesia” dan diintegrasikan dalam pelayanan kesehatan.

Dalam makalah berjudul “Peran dan Grand Design Komisi Nasional Saintifikasi Jamu ke Depan,” Dr. Siswanto memaparkan, saintifikasi jamu adalah upaya terobosan di sisi hilir (pelayanan). Ke depan sejumlah upaya harus dilakukan dan ditingkatkan untuk mendukung pemanfaatan jamu, antara lain perlu melatih dokter saintifikasi jamu untuk mencapai “critical mass” tertentu dan pengembangan metodologi saintifikasi jamu yang khusus.

Kata Dr. Siswanto, prospek pemanfaatan jamu memang sangat cerah, tapi sejumlah tantangan harus dihadapi dan dipecahkan bersama-sama. Tantangan dimaksud meliputi perlunya regulasi yang kuat serta didukung kebijakan nasional, penyediaan bahan baku yang berkualitas, perlunya riset secara terus-menerus dan berkelanjutan dalam rangka peningkatan dan penjaminan mutu, keamanan dan manfaat (khasiat), bagaimana menciptakan akses terhadap jamu yang aman dan berkhasiat serta bagaimana penggunaan jamu yang rasional. “Bagaimana menghadapi serta mengatasi tantangan itu ? Di sinilah pemerintah, Komnas SJ dan kita semua harus berperan aktif,” tukas Siswanto.

Seminar nasional tanaman obat dan saintifikasi jamu itu berlangsung hingga sore hari dan ditutup secara resmi oleh Pembantu Rektor IV Bidang Kerjasama dan Hubungan Masyarakat Universitas Bengkulu Drs. Azhar Marwan, M.Si. Selain Indah Yuning Prapti dan Siswanto, panitia juga menghadirkan pemateri lainnya yaitu Kepala Dinas Kehutanan Kabupaten Rejang Lebong Ir. Zulkarnain, MP, Dosen Jurusan Kehutanan Fakultas Pertanian Unib Dr. Agus Susatya, M.Sc, Dosen FKIP Unib Dr. Agus Sundaryono dan Dr. Aceng Ruyani.

Ketua Lembaga Penelitian Unib Drs. Sarwit Sarwono mengatakan, seminar ini dimaksudkan sebagai keikutsertaan secara aktif terhadap program riset tanaman obat dan saintifikasi jamu untuk pencapaian visi Masyarakat Sehat yang Mandiri dan Berkeadilan. Kegiatan ini juga merupakan salah satu tindaklanjut dari MoU antara Unib dengan Balai Besar Litbang Tanaman Obat dan Obat Tradisional Kemenkes yang ditandatangani beberapa waktu lampau. [hms1]