UNIVERSITAS BENGKULU

Menteri Kependudukan dan Pembangunan Keluarga (Mendukbangga) sekaligus Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Republik Indonesia, Dr. H. Wihaji, S.Ag, M.Pd, memberikan kuliah umum bertajuk “Membangun Generasi Berencana: Mahasiswa sebagai Agen Perubahan Pembangunan Keluarga” di Gedung Serba Guna (GSG) Universitas Bengkulu (Unib), Jumat (14/11/2025).

Menteri Wihaji dan Gubernur Helmi Hasan disambut dengan tarian persembahan di GSG Unib.(foto:hms1)

Kuliah umum ini menjadi salah satu rangkaian Peringatan Hari Ayah 2025, yang ditandai dengan peluncuran Gerakan Ayah Teladan Indonesia (GANTI) di Provinsi Bengkulu. Melalui kegiatan ini, BKKBN mendorong peningkatan pemahaman mahasiswa mengenai konsep pembangunan keluarga sebagai fondasi dalam menyiapkan Generasi Emas Indonesia 2045.

Kehadiran Mendukbangga disambut antusias oleh peserta dari Unib maupun dari perguruan tinggi lain di Kota Bengkulu. Rektor Unib, Prof. Dr. Indra Cahyadinata, SP, M.Si, menegaskan bahwa keterlibatan kampus lain merupakan penerapan paradigma baru kegiatan akademik Unib yang menekankan kolaborasi dan kebermanfaatan bersama.

“Setiap penyelenggaraan kuliah umum, kami mengundang mahasiswa dari perguruan tinggi lain agar dampaknya lebih luas dan dirasakan bersama,” ujar Prof. Indra.

Rektor Unib Prof. Indra Cahyadinata ketika menyampaikan sambutan.(foto:hms1)

Rektor juga menyampaikan apresiasi kepada Menteri Wihaji yang berkenan menjadi narasumber utama, serta ucapan terima kasih kepada Gubernur Bengkulu, H. Helmi Hasan, dan Kepala BKKBN Provinsi Bengkulu, Zamhari, atas dukungan dalam penyelenggaraan kegiatan ini.

Prof. Indra berharap kuliah umum ini menjadi momentum memperkuat peran mahasiswa sebagai agen perubahan, khususnya dalam membangun keluarga yang sehat dan berdaya saing.

Sementara itu, dalam sambutannya, Gubernur Bengkulu sekaligus Ketua Ikatan Alumni Unib (IKAL), H. Helmi Hasan, menegaskan pentingnya mahasiswa dibekali pengetahuan mengenai pembangunan keluarga.

“Mahasiswa tidak hanya harus unggul sesuai bidang ilmunya, tetapi juga memahami bagaimana menyiapkan keluarga yang baik sebagai fondasi masa depan bangsa,” tegasnya.

Gubernur Bengkulu H. Helmi Hasan mengapresiasi kuliah umum Menteri Wihaji di Unib.(foto:hms1)

Kualitas Bangsa Ditentukan Kualitas Keluarga

Dalam paparannya, Menteri Wihaji menyampaikan bahwa perguruan tinggi memiliki peran krusial dalam menyiapkan generasi masa depan, termasuk melalui pemahaman tentang pembangunan keluarga berkualitas. “Mahasiswa bukan hanya dipersiapkan menjadi tenaga profesional, tetapi juga calon penggerak keluarga-keluarga yang sejahtera,” ujarnya.

Ia menegaskan bahwa keluarga merupakan unit sosial terkecil dalam struktur masyarakat dan negara. Dalam perspektif pembangunan nasional, keluarga dipandang sebagai pondasi utama pembentukan karakter, moral, kesehatan, dan kualitas sumber daya manusia. Karena itu, kualitas negara sangat bergantung pada kualitas keluarga dan mahasiswa harus memiliki pemahaman yang utuh mengenai konsep pembangunan keluarga.

Mendukbangga/Kepala BKKBN, Dr. Wihaji, ketika memberikan kuliah umum di Unib.(foto:hms1)

“Jika kualitas keluarga baik, maka kualitas bangsa juga akan baik. Sebaliknya, jika keluarga rapuh, negara pun akan menghadapi berbagai persoalan dari hulu,” tegasnya.

Keluarga kata Menteri Wihaji, bukan hanya tempat tinggal, melainkan institusi pertama yang membentuk pendidikan dasar, pembiasaan perilaku, pengelolaan emosi, kecerdasan sosial, hingga nilai-nilai kebangsaan. Oleh karena itu, pemahaman tentang pembangunan keluarga menjadi sangat penting bagi mahasiswa.

Tantangan Keluarga Era Digital

Menteri Wihaji juga menyoroti tantangan keluarga di era digital, termasuk meningkatnya ketergantungan terhadap gawai yang dapat mengganggu relasi dalam keluarga. Ia mengingatkan bahwa telepon pintar, telah menciptakan “keluarga kedua” yang dapat menggeser perhatian dan interaksi antaranggota keluarga.

Jika tidak dikendalikan, kondisi ini dapat memperburuk hubungan emosional, memicu kesepian, hingga berdampak pada kesehatan mental anak maupun orang tua.

“Karna itu, mahasiswa sebagai calon orang tua dan pemimpin masa depan perlu memahami dinamika tersebut agar mampu membangun keluarga yang adaftif dan sehat di era digital,” ujarnya.

Selain itu, ia mengungkapkan meningkatnya masalah kesepian dan gangguan kesehatan mental di kalangan mahasiswa. Untuk itu, perlu tersedia ruang konseling serta program yang mendukung pembentukan keluarga kuat di masa mendatang.

Menteri Wihaji ketika berintraksi dan berdiskusi dengan mahasiswa peserta kuliah umum.(foto:hms1)

Fenomena childfree

Meskipun waktu sangat terbatas, pada kuliah umum ini Menteri Wihaji juga menyoroti fenomena childfree, yaitu sebuah keputusan sadar individu atau pasangan untuk tidak memiliki anak setelah menikah. Fenomena ini semakin terlihat di kalangan generasi muda Indonesia.

Ia menjelaskan bahwa pilihan childfree biasanya dipengaruhi beberapa faktor, seperti kecemasan ekonomi, kecemasan psikologis, dan kecemasan fisik atau kesehatan.

“Dalam diskusi tadi, ada mahasiswa Unib yang jujur menyampaikan ingin menikah tetapi tidak ingin memiliki anak. Sebagai menteri, saya menghargai keterbukaan tersebut, dan sebagai pemerintah, kami harus menyiapkan solusi dan dukungan kebijakan,” ujar Wihaji.

Menteri Wihaji ketika berdiskusi dengan mahasiswa mengenai fenomena kesepian dan childfree.(foto:hms1)

Ia menegaskan bahwa pemerintah tidak melarang pilihan tersebut, namun perlu memberikan pemahaman komprehensif agar keputusan yang diambil generasi muda adalah keputusan sadar yang melihat aspek jangka panjang bagi keluarga dan bangsa.

Sebagai respon, BKKBN telah menyiapkan Program TAMASYA (Taman Asuh Sayang Anak) untuk membantu pasangan yang merasa khawatir tidak mampu mengasuh anak karena keterbatasan waktu, kondisi kesehatan, atau tekanan ekonomi. Program ini meliputi dukungan tempat penitipan, pendampingan pengasuhan, hingga berbagai layanan yang bertujuan menciptakan keluarga yang lebih siap, stabil, dan berkualitas.

“Negara hadir memberikan solusi. Kita siapkan tempat penitipan dan pengasuhan anak untuk mendorong tumbuhnya keluarga berkualitas,” tegasnya.

Rektor Unib dan Kepala BKKBN Provinsi Bengkulu menandatangani MoU.(foto:hms1)

Penandatanganan MoU Unib – BKKBN

Dalam kesempatan itu, Unib dan BKKBN Provinsi Bengkulu juga melakukan penandatanganan Memorandum of Understanding (MoU) terkait penguatan pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat. Penandatanganan dilakukan langsung oleh Rektor Unib Prof. Indra Cahyadinata dan Kepala BKKBN Provinsi Bengkulu Zamhari.

Salah satu program yang akan direalisasikan adalah pembentukan unit kegiatan mahasiswa “Konselor Sebaya” di bawah binaan Unit Penunjang Akademik Bimbingan Konseling (UPA-BK) Unib bekerja sama dengan BKKBN.

“Mahasiswa yang memiliki masalah dapat berkonsultasi dengan konselor sebaya yang telah dilatih, sehingga lebih mudah membuka diri dan menemukan solusi,” jelas Prof. Indra.

Foto bersama Menteri Wihaji dengan pimpinan Unib, unsur Muspida Bengkulu dan peserta kuliah umum.(hms1)

Interaktif dan Penuh Antusias

Kuliah umum berlangsung interaktif. Untuk mendorong keaktifan peserta, Menteri Wihaji memberikan uang saku satu juta rupiah serta doorprize bagi mahasiswa yang berani bertanya atau menjawab pertanyaan.

Setidaknya lima mahasiswa berhasil membawa pulang hadiah tersebut. Salah satu mahasiswa mengaku senang dan akan memanfaatkan uang itu untuk kebutuhan sehari-hari di tempat kost.

Untuk mendokumentasikan moment bersejarah ini, di akhir acara dilakukan sesi foto bersama antara Menteri Wihaji dengan peserta kuliah umum yang memadati GSG Unib. [Purna Herawan | Humas].