Kuliah Umum Dirjen PP Kemenkumham Soroti Regulasi Bermasalah

FAKULTAS Hukum Universitas Bengkulu menggelar kuliah umum dengan tema “Kedudukan Pancasila dalam Penormaan Produk Hukum Daerah.” Pemateri yang dihadirkan merupakan orang penting di Kementerian Hukum dan HAM Republik Indonesia, yaitu Prof. Dr. Widodo Ekatjahjana, SH, M.Hum yang saat ini menjabat sebagai Direktur Jenderal Peraturan Perundang-undangan (Dirjen PP).

Prof Widodo

Dekan Fakultas Hukum UNIB, Prof. Dr. Herawan Sauni, SH, M.Hum mengatakan, kegiatan kuliah umum ini merupakan agenda tahunan Himpunan Mahasiswa Hukum UNIB dalam rangka memberikan pengkayaan ilmu, menambah pengalaman, serta wadah transformasi informasi perkembangan hukum di Tanah Air.

P_20160517_093056

“Sudah lama sekali kita ingin menghadirkan Prof. Dr. Widodo Ekatjahjana ini, namun karena selama ini selalu terhalang dengan kesibukan dan belum tersedianya waktu yang tepat, maka baru hari ini kita bisa menghadirkannya. Oleh sebab itu, kami sangat berterimakasih karena melalui kuliah umum ini kita bisa mendapatkan pencerahan tentang perkembangan hukum di Indonesia ini,” ujar Prof. Herawan.

Kegiatan ini dibuka oleh Wakil Rektor II UNIB Bidang Sumber Daya, Dr. rer. nat. Totok Eka Suharto, dan dihadiri ratusan mahasiswa, para dosen dan perwakilan instansi terkait lainnya.

Senada dengan Prof. Herwan, Dr. Totok Eka Suharto mewakili pimpinan UNIB juga menyambut baik kegiatan ini dan mengucapkan terimakasih kepada Prof. Widodo Ekatjahjana yang telah meluangkan waktu dan kesempatan untuk memberikan asupan informasi dan ilmu pengetahuan kepada para mahasiswa UNIB.

P_20160517_092855

“Tema yang diangkat pada kuliah umum ini juga sangat penting dan menarik karena relevan dengan kondisi bernegara saat ini, dimana penghayatan implementasi pelaksanaan nilai-nilai Pancasila sudah semakin menurun dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara,” ujar Dr. Totok.

Sementara itu, dalam kuliah umum yang berdurasi kurang lebih dua jam itu, Prof. Widodo mengupas arti penting Pancasila dan UUD 1945 sebagai landasan fundamental dalam kehidupan berbangsa dan bernegara Indonesia.

Namun di satu sisi, mantan Dekan Fakultas Hukum Universitas Jember ini mengaku prihatin melihat kenyataan bahwa saat ini Pancasila dan UUD 1945 jusrtu tidak dijadikan patokan utama dalam pembuatan regulasi, baik itu perundang-undangan dan peraturan pemerintah maupun peraturan lembaga lainnya baik pusat maupun daerah.

 “Pasal 2 UU Nomor 12 tahun 2011, jelas menyebutkan bahwa Pancasila merupakan sumber dari segala sumber hukum. Tapi kenyataannya, pemerintah melalui Bappenas menemukan data puluhan ribu peraturan baik pusat maupun daerah yang disinyalir bermasalah karena tidak sesuai norma-norma Pancasila dan UUD 1945,” ujar Prof. Widodo.

Dijelaskannya, dalam penerapan peraturan yang ada selama ini banyak sekali tumpang tindih antar peraturan perundang-undangan, serta ada juga aturan yang justru bertentangan dengan aturan di atasnya. Kemudian ada juga peraturan yang justru menghambat investasi dan perkembangan di daerah.

 “Berdasarkan data Bappenas, ada 42 ribu peraturan perundang-undangan dan 3 ribu-an peraturan daerah (Perda) disinyalir bermasalah. Semua itu terjadi karena regulasi yang dibuat telah meninggalkan sumber dari segala sumber hukum kita, yaitu Pancasila,” ujarnya.

Menindaklanjuti regulasi bermasalah itu kata Prof. Widodo, Presiden Joko Widodo telah menginstruksikan agar 50 persen dari regulasi tersebut dipangkas, sehingga tidak menghambat investasi dan perkembangan daerah. “Tapi, jujur kita juga bingun harus mulai dari mana, sebab hingga saat ini kita  belum mendapatkan data rinci regulasi bermasalah tersebut,” papar Prof. Widodo.

Masalah lainnya kata Prof. Widodo, Kementerian Hukum dan HAM juga memiliki keterbatasan kewenangan terhadap penghapusan suatu peraturan perundang-undangan. Dalam hal harmonisasi misalnya, Kemenkumham hanya diberi kewenangan untuk melakukan harmonisasi terhadap tiga peraturan perundang-undangan, yaitu Undang-Undang, Peraturan Pemerintah (PP) dan Peraturan Presiden.

Nah, lantas bagaimana dengan peraturan lain misalnya Peraturan KPK, Peraturan KPU, Perda, Peraturan Kepala Daerah ? Maka tidak heran kalau kalau peraturan-peraturan itu berjalan sendiri-sendiri sesuai dengan kepentingan masing-masing pembuat peraturan,” keluhnya.

Menurut Prof. Widodo, keruwetan tentang struktur dan hirarki peratuaran perundang-undangan ini juga imbas dari proses amandemen UUD 1945 yang sudah dilakukan beberapa kali.

 “Ini patut jadi renungan kita bersama khususnya para pemerhati dan pakar hukum. Dan persoalan ini harus kami sampaikan kepada khalayak, agar ke depan dalam membuat peraturan haruslah kembali kepada Pancasila sebagai sumber dari segala sumber hukum,” tukasnya. [Penulis : Purna Herawan]