Kuliah Umum Deputi Direktur Bank Indonesia

DEPUTI Direktur Departemen Internasioal Bank Indonesia, Dr. Wahyu Pratomo, Sabtu siang (15/3/2014) di ruang rapat utama gedung rektorat Unib, memberikan kuliah umum kepada ratusan mahasiswa Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Bengkulu.

Kuliah umum yang menghadirkan pejabat penting Bank Indonesia itu diselenggarakan Program Studi Magister (S2) Perencanaan Pembangunan FEB Unib bekerjasama dengan Bank Indonesia. Selain untuk menggugah dan menambah pengetahuan para mahasiswa, kegiatan itu juga dimaksudkan untuk memeriahkan rangkaian dies natalis ke-32 Universitas Bengkulu.

Tema kuliah umum yang dibuka secara resmi oleh Rektor Unib Dr. Ridwan Nurazi, SE, M.Sc itu adalah “Strategi dan Kebijakan Internasional Bank Indonesia dalam Menyongsong Era Komunitas Ekonomi ASEAN.”

Rektor menyambut baik kegiatan ini karena tema yang diusung sangat penting dan relevan untuk diperbincangkan.

Pimpinan negara-negara ASEAN sudah bersepakat bahwa pemberlakuan pasar tunggal atau pasar bebas ASEAN yang sebelumnya akan diberlakukan pada 2020 dipercepat pada 2015. “Itu artinya, beberapa bulan ke depan kita sudah menghadapi Masyarakat Ekonomi Asean yang tidak bisa dihindari. Oleh sebab itu, tema yang diusung pada kuliah umum ini sangat penting dan sangat relevan,” ujar Dr. Ridwan Nurazi ketika membuka acara.

Selain menceritakan selayang pandang tentang Universitas Bengkulu, dalam sambutannya Rektor mengucapkan terima kasih kepada Deputi Direktur Bank Indonesia Dr. Wahyu Pratomo yang sudah meluangkan waktu untuk berkunjung ke Bengkulu dan berbagai pengetahuan dan pengalaman dengan para mahasiswa FEB Unib.

Rektor berharap kuliah umum yang sudah menjadi tradisi akademik di Unib ini, benar-benar dapat dirasakan manfaatnya dalam rangka menambah pengalaman dan memberikan pengkayaan ilmu pengetahuan bagi para mahasiswa dan para dosen.

Kepada para mahasiswa Rektor selalu berpesan, “Dalam mengikuti seminar, kuliah umum atau proses pembelajaran di kelas, kita harus rileks. Dengan demikian, semua informasi dan ilmu pengetahuan yang disampaikan dosen atau narasumber lebih mudah untuk dipahami. Kalau tidak rileks, atau bahkan melamun, maka sebagian otak kita akan tertutup dan susah menerima materi yang disampaikan,” ujarnya seraya membuka acara.

Sementara itu, Dr. Wahyu Pratomo dalam kuliah umumnya yang berlangsung kurang lebih 2 jam memaparkan sejumlah aspek tentang Komunitas Ekonomi ASEAN (KEA), seperti tentang latar belakang dan cakupan KEA, potensi kerjama KEA, tantangan kerjasama KEA, membangun daya saing nasional dan daerah dalam KEA, serta peran Bank Indonesia dukung daya saing dalam KEA.

Dijelaskan Dr. Wahyu, KEA adalah cita-cita luhur para pemimpin ASEAN yang dilatarbelakangi dua hal yaitu pemulihan negara ASEAN yang berjalan lambat pasca krisis Asia tahun 1997, dan kebangkitan China dan India yang menyedot perhatian dan aliran modal dunia.

Perdagangan intra-ASEAN saat ini relatif masih rendah dibandingkan dengan perdagangan negara ASEAN dengan negara mitra dagang lainnya. Integrasi MEA berpotensi meningkatkan perdagangan intra-ASEAN dan mengurangi ketergantungan terhadap pasar luar kawasan.

Bagaimana Indonesia ? Menurut Dr. Wahyu, berdasarkan pemeringkatan The Global Competitiveness Index tahun 2013-2014 yang dilansir World Economic Forum, dibandingkan dengan negara-negara lain di ASEAN, daya saing Indonesia (peringkat 38) berada di belakang Singapura (peringkat 2), Malaysia (peringkat 24), Brunei Darussalam (peringkat 26), dan Thailand (peringkat 37).

Kinerja paling lemah terjadi pada pilar efisiensi pasar tenaga kerja (peringkat 103), kesiapan teknologi (peringkat 75), pendidikan dasar dan kesehatan (peringkat 72).

“Dibandingkan tahun 2012, pada 2013 peringkat daya saing 10 pilar meningkat. Ke 10 pilar itu adalah institusi, infrastruktur, pendidikan tinggi dan pelatihan, efisiensi pasar barang, efisiensi pasar tenaga kerja, pengembangan pasar keuangan, kesiapan teknologi, ukuran pasar, business sophistication dan inovasi. Hanya 2 pilar yang mengalami penurunan peringkat, yaitu kondisi makroekonomi dan pendidikan dasar dan kesehatan,” papar Dr. Wahyu.

Apa jurus jitu menghadapi KEA ? Menurut Dr. Wahyu, pertama perlu strategi nasional menghadapi KEA, kedua menentukan sektor/produk unggulan, ketiga mendorong daya saing UMKM dan wirausaha, keempat meningkatkan pemahaman dan kesadaran masyarakat terhadap KEA.

Kelima meningkatkan daya saing daerah, keenam menerapkan kebijakan APBD transformatif yaitu memperkuat aktivitas swasta yang bernilai tambah tinggi dan efisien, melalui penyelesaian kendala di human capital, infrastruktur dan penyediaan energi, dan ketujuh menerapkan kebijakan moneter dan sistem keuangan dengan menstabilkan makro dan mikro.

Di akhir pemaparannya Dr. Wahyu mengatakan, dengan peluang dan tantangan KEA yang ada di hadapan kita, inilah saatnya merapatkan shaf, menyatukan langkah, mengubah wacana menjadi nyata. A moment of truth.

Kemudian, kita harus membuang jauh pesimisme, dan menggantinya dengan optimisme. Karena jika kita tidak mampu menghadapi KEA, menghadapi persaingan global baru pasca krisis akan menjadi jauh lebih sulit.

Banyak hal yang harus diupayakan. Beberapa di antaranya hal yang sulit. Tetapi sebagian sudah berjalan. Layar sudah terkembang, pantang biduk surut ke pantai ! demikian Dr. Wahyu.[hms1]